Dapatkan Penawaran Gratis

Perwakilan kami akan segera menghubungi Anda.
Email
Nama
Nama Perusahaan
Pesan
0/1000

Pengenalan Locomotif Monorel Diesel 2

Aug 04, 2025

Dalam operasi khusus tambang batu bara bawah tanah, Locomotif Monorail Gantung Diesel Anti- ledakan seri DCR, dengan desain yang presisi dan kinerja yang dapat diandalkan, telah menjadi peralatan angkutan pembantu inti. Ditenagai oleh mesin diesel anti-ledakan, energi tersebut diubah menjadi energi kinetik melalui jalur transmisi yang efisien, di mana mesin menggerakkan pompa hidrolik, yang kemudian menggerakkan motor hidrolik. Jalur lintasannya menggunakan balok I tipe I140E atau I140V yang memenuhi standar industri Jerman. Balok-balok ini secara fleksibel diikatkan ke langit-langit terowongan dengan rantai, dan roda penopang beban terkait dengan kuat di kedua sisi balok I, secara efektif menghilangkan risiko keluar jalur atau terjatuh dari lintasan. Silinder hidrolik menekan roda penggerak terhadap badan balok lintasan, menggerakkan kendaraan maju melalui gesekan. Rem parkir menggunakan gaya pegas untuk mengaktifkan kampas rem, memastikan mekanisme penguncian yang stabil bahkan dalam kejadian kegagalan mendadak, menjamin operasi yang aman dan dapat diandalkan. Kabin depan dan belakang dilengkapi dengan saklar kontrol mulai, tuas kendali (joystick), instrumen tampilan, dan rem. Alarm suara otomatis akan terpicu saat mesin dinyalakan, memastikan keselamatan operasional setiap saat. Berikut adalah analisis terperinci mengenai parameter teknis setiap lokomotif. Pemahaman yang lebih mendalam mengenai parameter-parameter ini akan membantu Anda lebih memahami kinerja lokomotif dan skenario aplikasinya:

1. Radius Putar: Lingkungan terowongan tambang batu bara bersifat kompleks dan dinamis. Karena keterbatasan ruang, desain jalur harus memiliki radius putar horizontal minimal 4 meter dan radius putar vertikal minimal 10 meter. Parameter ini merupakan faktor dasar yang menjamin operasi lokomotif yang aman. Jika radius putar aktual lebih kecil dari persyaratan ini, risiko keselamatan akan meningkat secara signifikan dan dapat menyebabkan anjlok, tabrakan komponen, serta bahaya lainnya.

2. Kecepatan Maksimum Beroperasi: Merujuk pada kecepatan maksimum di mana lokomotif dapat berjalan dengan aman dalam keadaan bermuatan. Kecepatan ini tidak ditentukan secara sembarangan; berbagai faktor dipertimbangkan, termasuk ruang terowongan, amplitudo ayunan muatan saat berjalan, goyangan berbagai komponen lokomotif, serta kondisi dinamis sekitar jalur. Melalui pengujian berulang, ditentukan ambang batas keamanan untuk memastikan operasi tetap stabil pada kecepatan tersebut.

3. Kemampuan Menanjak (Gradeability): Sesuai namanya, parameter ini mencerminkan sudut kemiringan maksimum yang dapat dilalui lokomotif saat mendaki lereng. Hal ini secara langsung mencerminkan kemampuan lokomotif dalam melintasi terowongan yang berlereng. Semakin tinggi kemampuan pendakian, semakin besar adaptabilitas lokomotif di medan yang kompleks.

4. Gaya Tarik (Traction Force): Sistem transmisi lokomotif menghasilkan torsi rotasi pada roda penggerak, yang kemudian dihasilkan melalui interaksi antara roda penggerak dan rel. Arah gaya ini searah dengan arah pergerakan lokomotif. Besarnya gaya tarik berkaitan dengan daya lokomotif dan kecepatan operasionalnya, serta dapat dikontrol oleh operator sesuai kebutuhan di lapangan. Data gaya tarik yang tercantum dalam tabel parameter umumnya merupakan nilai yang dapat dicapai sistem daya lokomotif pada kondisi operasi tertentu (seperti beban standar, kondisi rel tertentu, dll.).

5. Daya Tarik: Menurut rumus fisika P (daya) = F (gaya) × V (kecepatan), daya tarik berbanding lurus dengan gaya tarik dan kecepatan lokomotif. Untuk kecepatan lokomotif tertentu, agar mendapatkan gaya tarik yang lebih besar, daya tarik harus ditingkatkan. Oleh karena itu, kedua parameter penting ini dimasukkan ke dalam standar penamaan model lokomotif agar memudahkan pelanggan memilih model yang sesuai dengan kebutuhan operasional mereka (seperti berat muatan, kemiringan terowongan, dll.).

6. Gaya Rem Darurat: Merupakan gaya yang dihasilkan oleh rem selama operasi pengereman darurat. Parameter ini merupakan indikator kunci untuk keselamatan lokomotif. Gaya rem darurat yang mencukupi memastikan lokomotif dapat berhenti secara cepat dalam situasi tak terduga (seperti menemui rintangan atau kegagalan peralatan), sehingga mencegah terjadinya kecelakaan.

7. Gaya Traksi Unit Penggerak Tunggal: Merujuk pada gaya traksi yang dialokasikan oleh sistem tenaga lokomotif ke satu unit penggerak tunggal. Gaya traksi unit penggerak tunggal mempengaruhi distribusi daya keluaran seluruh lokomotif. Ketika beberapa unit penggerak beroperasi secara koordinasi, koordinasi gaya traksi masing-masing unit secara langsung mempengaruhi keseluruhan kinerja berkendara lokomotif.

8. Gaya Rem Unit Penggerak Tunggal: Merujuk pada gaya rem yang dialokasikan oleh sistem rem lokomotif ke satu unit penggerak tunggal. Sama seperti gaya traksi unit penggerak tunggal, hal ini mempengaruhi efek pengereman setiap unit penggerak selama proses pengereman. Distribusi yang tepat memastikan pengereman berjalan lancar dan andal, menghindari bahaya pengereman berlebihan atau tidak cukup di area tertentu.

9. Penyimpangan Jalur Horisontal: Merupakan sudut penyimpangan horisontal jalur yang diizinkan ketika jalur dipasang secara horisontal. Parameter ini memperhitungkan penyimpangan kecil yang mungkin terjadi selama pemasangan jalur. Selama sudut penyimpangan berada dalam rentang yang diizinkan, hal tersebut tidak akan secara signifikan mempengaruhi operasi normal lokomotif.

10. Sudut Penyimpangan Jalur Vertikal dari Posisi Horisontal: Ketika jalur dipasang secara vertikal, sudut penyimpangan yang diizinkan dari posisi horisontal. Parameter ini juga dirancang untuk menyesuaikan dengan kondisi pemasangan jalur yang sebenarnya dan memastikan bahwa lokomotif dapat melewati dengan aman dalam rentang penyimpangan tertentu.

11. Jalur Operasional: Sebagai komponen kunci dari Loko Batu Bara Monorail sistem, jalur ini menggunakan jenis jalur I140E dan I140V yang memenuhi standar DIN 20593. Jalur standar memastikan kecocokan yang tepat dengan komponen lokomotif dan sangat penting untuk operasi lokomotif yang stabil.

12. Kisaran Suhu Operasional: Locomotif memiliki kisaran suhu operasional yang optimal, dan pengoperasian di luar kisaran ini tidak disarankan. Suhu yang terlalu tinggi atau rendah dapat mempengaruhi kinerja komponen kunci seperti mesin diesel dan sistem hidrolik, meningkatkan risiko kegagalan serta memperpendek masa pakai peralatan.

13. Kisaran Ketinggian Operasional: Merujuk pada kisaran ketinggian di mana lokomotif cocok dioperasikan. Ketinggian yang sangat tinggi di luar kisaran ini dapat mempengaruhi efisiensi pembakaran mesin diesel akibat perubahan tekanan udara. Kondisi tekanan udara yang tidak biasa pada ketinggian rendah juga dapat berdampak negatif terhadap peralatan, sehingga parameter ini harus dipatuhi secara ketat.

14. Kelembaban Relatif: Locomotif memiliki batasan tertentu mengenai kelembaban relatif di lingkungan operasinya. Pengoperasian di luar kisaran kelembaban yang ditentukan tidak disarankan. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan korsleting pada komponen listrik, sedangkan kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan listrik statis dan masalah lainnya yang memengaruhi operasi normal peralatan.

15. Konsentrasi Metana: Karena adanya gas mudah terbakar dan meledak seperti metana di tambang batu bara, locomotif memiliki persyaratan ketat mengenai konsentrasi metana di lingkungan operasinya. Pengoperasian di luar konsentrasi yang ditentukan dilarang keras. Ini merupakan salah satu indikator utama untuk memastikan keselamatan anti ledakan.

16. Model Motor Penggerak: Merujuk pada model motor penggerak hidrolik yang dipasang pada lokomotif. Model ini disediakan oleh produsen dan mencerminkan parameter kinerja serta spesifikasi motor penggerak, memberikan informasi penting untuk memahami detail keluaran tenaga lokomotif.

17. Tekanan Kerja Terukur Sistem Hidrolik: Merujuk pada tekanan sistem hidrolik lokomotif dalam kondisi operasi normal. Sistem hidrolik merupakan sumber tenaga untuk fungsi penggerak, pengereman, dan lainnya pada lokomotif. Tekanan kerja terukur merupakan parameter kunci untuk memastikan koordinasi yang tepat antar komponen sistem hidrolik. Tekanan yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi kinerja sistem.

Pemahaman yang mendalam tentang parameter teknis ini dapat membantu pengguna lebih tepat menentukan apakah Locomotif Diesel Suspended Monorail seri DCR yang tahan ledakan memenuhi kebutuhan operasional mereka sendiri, sehingga dapat mewujudkan operasi transportasi bawah tanah yang aman dan efisien.